Monday, May 7, 2012

PENDIDIKAN DI NEGERIKU

Pendidikan di Negeriku

Ujian Nasional
Beberapa waktu lalu, para siswa kelas tiga sekolah menengah atas (seterusnya SMA) dan menengah pertama (seterusnya SMP) menempuh ujian nasional. Setelah tiga tahun menempuh pendidikan, bulan inilah mereka harus diuji untuk menentukan kululusan mereka. Ujian Nasional (UN) / Ujian Akhir Nasional (UAN) adalah ujian yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia oleh pemerintah. Ada standar yang harus dicapai oleh para siswa untuk menggapai kelulusan. Standar yang sama bagi semua wilayah Indonesia.


Persiapan Menuju Ujian

Sekolah-sekolah berupaya mempersiapkan para siswanya untuk siap menghadapi UN. Pemantapan merupakan upaya umum yang dilakukan oleh sekolah dalam rangka persiapan UN. Siswa datang lebih pagi dari biasanya atau pulang melebihi biasanya. Disamping itu, siswa dan orang tuanya pun beramai-ramai mendaftarkan diri/anaknya ke bimbingan belajar (seterusnya bimbel). Sebuah pengorbanan yang luar biasa untuk meraih kelulusan.

Suasana Bimbel
Jika dijumlahkan pengeluaran siswa itu mungkin bisa mencapai lima juta rupiah artinya pengorbanan mereka tidak kecil. Ada salah satu orang tua siswa yang mengatakan bahwa anaknya yang sekolah di SMA favorit di Bandung dalam menghadapi UN dan SPMB rela mengikuti bimbel di tiga tempat sekaligus, dua diantaranya beasiswa. Terlepas dari beasiswa atau tidak beasiswa, tentu saja mengikuti tiga bimbel ditambah pemantapan yang diadakan di sekolah sangat menyita waktu dan tenaga.

Fenomena bimbel sudah umum di perkotaan. Tempat lainnya seperti yang banayak diberitakan membuat hati terkejut dan sangat miris. Seorang siswa di Papua (siswa smp) yang belajar sendiri tanpa bimbel-bimbel-an. Rumah yang sederhana dengan penerangan yang minim menjadi tempat belajarnya dalam menghadapi UN. Tidak menutup kemungkinan jumlah tersebut tinggi mengingat pembangunan di tanah kaya Papua tidak secepat pembangunan di Pulai Jawa. Bisa jadi, mayoritas siswa di wilayah Papua mengalami hal yang sama.

Begitu pula dengan sekolahnya, sangat sederhana dengan kerusakan disana-sini. Hal ini membuat kualitas pendidikan umumnya di wilayah Timur Indonesia dan khususnya Papua berada di posisi yang rendah. Keadaan ini juga mungkin saja terjadi di wilayah Barat dan Tengah Indonesia, di daerah yang terlupakan dan terpinggirkan.

Ketimpangan Pendidikan

Kisah di Timur Indonesia
Fenomena perkotaan dan pedesaan sangat berbeda dalam hal ini pendidikan. Budaya pendidikan perkotaan lebih praktis sekaligus cacat, begitu pula dengan budaya pendidikan pedesaan. Siswa di perkotaan disajikan berbagai macam pilihan belajar tambahan yang menjadikan belajar adalah hal praktis, tinggal siapkan uang Anda bisa masuk kemanapun bimbel yang mau Anda masuki. Di sisi lain, siswa kehabisan waktu dan tenaga, mereka seperti kuda-kuda yang diperas tenaganya untuk mencapai suatu tujuan.

Orang tuanya sudah tentu menghabiskan uangnya untuk anaknya itu, mereka seperti pemilik kuda yang menginvestasikan uangnya untuk memenuhi kebutuhan kuda-kudanya dalam memenangi lomba. Pertanyaannya siapa yang menyelenggarakan pertandingan lomba kuda tersebut? yang artinya mereka mendapatkan keuntungan yang luar biasa dari pemilik kuda. hhmm... menarik...

Lalu bagaimana dengan di pedesaan?, ya, dipedesaan para siswa jarang atau bahkan tidak ada yang mengikuti bimbel, mereka hanya mengikuti apa yang diberikan oleh pihak sekolah. Saran dan prasarana pendidikannya pun masih jauh tertinggal dibandingkan dengan di kota. Namun, keadaan itu tidak membuat minat dan semangat para siswa menjadi turun, bahkan bagi sebagian dari mereka itu menjadi sebuah motivasi yang tak pernah padam.

Mereka adalah kelompok yang terpinggirkan dan terlupakan (atau dipinggirkan dan dilupakan). Pertanyaannya siapa yang membuat mereka terpinggirkan dan siapa yang melupakan mereka? hhmm... sangat menarik.

Akibat...

"Open Book"
Pendidikan bangsa ini sedang sakit, perlu obat untuk menyembuhkannya. Akibat dari sakit ini sudah banyak terjadi, pihak sekolah, siswa, orang tua siswa harus menanggungnya. Apa dampaknya bagi pihak sekolah? puncak dari pendidikan sekarang ini adalah kelulusan yang artinya ada ujian yang harus ditempuh oleh peserta didik. Pelaksana teknis ujian adalah sekolah, disini lah sekolah akan diuji kredibilitasnya sebagai lembaga pendidikan. Jumlah peserta didik yang lulus ujian menjadi indikator bagus atau tidaknya sekolah itu.

Orang tua siswa akan menilai kinerja sekolah dari hal tersebut dan kemudian memilih sekolah mana yang layak dimasuki anaknya. Jika sekolah tersebut tingkat kelulusannya rendah maka otomastis jumlah pendaftar akan sedikit sebaliknya jika tingkat kelulusannya tinggi maka jumlah pendaftarnya akan membludak. Ya, orang tua siswa adalah investor pendidikan, jika jumlah pendaftar sedikit maka sedikit pula pemasukan (dalam hal materi) ke pihak sekolah, begitu pula sebaliknya.

Untuk itu sekolah mengupayakan berbagai hal demi menjaga kestabilan atau meningkatkan tingkat kelulusan sekolah. Caranya ada yang "halal" ada pula yang "haram". Cara halal, sekolah melakukan pemantapan dengan menambah waktu belajar siswa. Cara haram? ya, ada juga cara haram, tidak jarang pihak sekolah diberitakan memberikan kunci jawaban kepada siswanya yang tengah ujian melalui sms atau kertas kecil, sebelumnya oknum guru mengerjakan soal ujian kemudian pagi harinya atau malam harinya memberikan jawabannya kepada para siswanya lewat sms. Jadi, jangan heran apabila ada sekolah non unggulan siswanya lulus semua sedangkan di sekolah unggulan ada siswa yang tidak lulus.

Uang
Lalu apa dampaknya bagi pihak siswa dan orang tuanya? ya, siswa dan orang tua pun kena imbasnya. Sekali lagi mereka harus mengeluarkan biaya dan tenaga untuk bisa melewati ujian. Memang sudah seharusnya seperti itu, tetapi tidak menjadi keadilan jika mereka yang telah berkorban segalanya harus bersaing dengan mereka yang tidak serius belajar dan menjalankan ujian dengan kertas-kertas dan sms-sms jawaban. Apa artinya, mental siswa yang dibangun dalam lembaga pendidikan adalah mental-mental kekalahan. Akibatnnya lahir generasi instan dan tidak menghargai proses.

Jadi, masih relevankah ujian nasional ditengah kekacauan dan ketimpangan pendidikan?

Dekolonisasi Pendidikan

Pendidikan Dahulu Kala..
Pendidikan hanya untuk orang kaya marak didengungkan oleh masyarakat yang kecewa dengan sistem pendidikan kita saat ini. Suara rakyat ini sudah seharusnya didengar, budaya pendidikan perkotaan amat jauh berbeda dengan budaya pendidikan pedesaan. Namun, ada persamaan diantara keduanya, yaitu pendidikan akan mudah jika mempunyai uang. Jadi, pendidikan hanya dapat diakses oleh orang yang mempunyai banyak uang atau hanya sebagian kecil penduduk Indonesia.

Fenomena ini sama dengan fenomena pendidikan pada masa kolonial, pendidikan hanya untuk mereka yang berduit atau para priyayi. Jadi upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah atau para ahli pendidikan adalah melakukan DEKOLONISASI PENDIDIKAN. Apa yang dilakukan pihak kolonial Belanda dalam dunia pendidikan di Hindia Belanda adalah haram hukumnya untuk dilakukan atau dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia.

Kita ini sudah merdeka tetapi tampaknya hanya di atas kertas saja, pada faktanya perilaku Kolonial masih dilakukan dan dilestarikan oleh pribumi sendiri. Tindakan kolonial pada pendidikan antara lain, membatasi akses pendidikan berikut pemisahan pendidikan antara asing dan pribumi dengan berbagai kelas untuk pribumi, menggunakan pribumi yang terdidik sebagai pegawai dengan gaji rendah, dan tarif pendidikan mahal sehingga hanya sedikit orang-orang yang berpendidikan.

Pendidikan untuk Semua
Ketiga poin tadi masih terjadi dan terus terjadi dalam alam "kemerdekaan" ini. Jadi, segera Dekolonisasi Pendidikan kita karena pendidikan merupakan dasar dari kemajuan bangsa. Buka akses pendidikan untuk semua, jangan ada pembedaan dalam pendidikan, dan biaya pendidikan seharusnya ditekan serendah-rendahnya, hargai dan manfaatkan tenaga kerja terdidik untuk membangun bangsa.

Bangsa ini adalah bangsa yang besar yang sangat mungkin untuk maju, dunia pendidikan kita adalah motor dari kemajuan bangsa, buka mata, buka hati, dan buka pikiran. Belajarlah dari sejarah dan segera lakukan Dekolonisasi Pendidikan atau Bangsa ini akan menjadi anak kecil yang terjajah oleh dirinya sendiri untuk selamanya!

Sumber Gambar:
Ujian Nasional
http://skalanews.com/

Suasana Bimbel
http://www.quin.web.id/

Kisah di Timur Indonesia
http://gadry.student.umm.ac.id/

"Open Book"
http://www.smarkserdangmurni.sch.id/ 

Uang
http://m.tubasmedia.com/


Pendidikan Dahulu Kala..
http://terselubung.blogspot.com/


Pendidikan Untuk Semua
http://reynaldosiahaan.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment