Monday, May 21, 2012

KARYA SEJARAH MARITIM INDONESIA

KARYA SEJARAH MARITIM INDONESIA
RINGKASAN DAN ANALISIS BUKU


IDENTITAS BUKU
Judul : Makassar Abad XIX; Studi Tentang Kebijakan Perdagangan Maritim
Pengarang : Edward L. Poelinggomang
Tahun Terbit : 2002
Penerbit : KPG

RINGKASAN
Makassar

Pada masa prakolonial, terdapat banyak pelabuhan yang menjadi pusat perdagangan di wilayah Nusantara. Satu diantara pelabuhan-pelabuhan itu adalah Makassar. Makassar tidak begitu saja menjadi kota pelabuhan besar. Sebelum abad ke-16, Makassar belum menjadi pelabuhan besar. Transformasi Makassar menjadi pelabuhan besar dimulai dari tahun 1510, ketika Ibukota Kerajaan Gowa dipindahkan dari Tamalate ke Makassar. 



Perpindahan ini berdampak pada perekonomian kerajaan, yang semula agraris menjadi perdagangan. Lahirnya Bandar Makassar merupakan gabungan dari dua Bandar milik Kerajaan Tallo dan Gowa, keduanya bergabung dan membentuk satu pemerintahan yang kemudian melakukan perluasan wilayah di Sulawesi Selatan.

Makassar 1750
Dalam rangka perluasan wilayah, Raja Gowa, Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng (1546-1565) menaklukkan kerajaan-kerajaan di wilayah Sulawesi Selatan. Akibatnya, Makassar menjadi bandar besar tunggal di wilayah Sulawesi Selatan. Kapal-kapal asing banyak berlabuh di Makassar karena selain bandar tunggal, lokasinya sangat strategis. 


Pada abad ke-17, pedagang asing diperkenankan membangun perwakilan dagang di Makassar, begitu pula sebaliknya. Situasi aman dan damai ini mulai terganggu sepanjang tahun 1615 sampai 1655. VOC yang juga turut berdagang, memaksakan hak monopoli perdagangan, tentu saja hal ini ditolak oleh Sultan Gowa. Puncaknya pada 1655-1669 pecah perang Makassar, Kerajaan Gowa yang saat itu dipimpin oleh Sultan Hasanuddin terpakasa menyerah pada tahun 1667 dengan menandatangani Perjanjian Bongaya. 


Sultan Hasanudin
Konsekuensinya kekuatan dan kekuasaan VOC di Makassar semakin nyata, kantor-kantor perwakilan dagang asing dibubarkan untuk menjamin monopoli VOC berjalan lancar. Pada 1669, Sultan Hasanuddin kembali melakukan perlawanan tetapi dapat dipatahkan oleh VOC. Perjanjian di Binanga pun dibuat untuk menegaskan Perjanjian Bongaya.

Kekuatan VOC di Makassar sangat dipengaruhi oleh keadaan politik Belanda di Eropa. Rivalitas antara Belanda dengan Inggris terjadi juga di wilayah koloninya. Makassar yang dikuasai VOC bersaing dengan Singapura yang dikuasai Inggris. Singapura yang mempraktekkan perdagangan bebas lebih maju dibandingkan dengan Makassar yang menganut merkantilisme. 


Kekuasaan VOC di Nusantara berakhir pada 1799, kemudian diteruskan oleh kekuasaan imperial Belanda yang membentuk Hindia-Belanda. Kondisi Belanda yang tidak bagus di Eropa, membuat Inggris menguasai Nusantara sepanjang 1811-1816 di bawah T.S. Raffles. Belanda mulai bangkit dan membuat Inggris mengembalikan Hindia-Belanda sesuai konvensi Inggris, sebagai gantinya Belanda harus menjalankan perdagangan bebas. Pelaksanaan perdagangan bebas sebagai konsekuensi pengambilalihan Hindia-Belanda dari Inggris tidak dijalankan. Sampai pada tahun 1924, Inggris kembali mendesak melalui Traktat London untuk mempertegas Konvensi London.

Pada tahun 1847, Hindia-Belanda kembali menetapkan Makassar sebagai pelabuhan terbuka. Pemerintah Hindia-Belanda tidak membuka sepenuhnya, banyak aturan yang diberlakukan. Aturan-aturan tersebut antara lain, pajak perdagangan yang tinggi, pelarangan komoditas tertentu (senjata), dan menetapkan aturan pelayaran yang ketat. Upaya ini dilakukan untuk melindungi Batavia sebagai pusat ekonomi. 


Ilustrasi: Pelabuhan
Kebijakan ini menuai protes dari perusahaan dagang yang ada di Hindia-Belanda, mereka menyayangkan pemberlakukan aturan tersebut. Setelah bertahan sebagai pelabuhan terbuka selama 59 tahun, pemerintah Hindia-Belanda menjadikan Makassar sebagai pelabuhan tertutup lagi. Akibatnya, tidak ada kapal dagang asing yang singgah disana. Sementara itu Singapura menjadi pusat perdagangan internasional seperti Makassar pada abad ke-17.

IDENTITAS BUKU
Judul : Orang Laut Bajak Laut Raja Laut; Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX
Pengarang : A.B. Lapian
Tahun Terbit : 2009
Penerbit : Komunitas Bambu


RINGKASAN

"Kehidupan Laut"
Laut merupakan bagian penting bangsa ini. Banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada laut. Kegiatan tadi tidak terjadi pada masa kini saja, tetapi sudah terjadi sejak lama. Terdapat suku-suku yang menghabiskan waktu hidupnya di laut. Mereka membangun pemerintahan dan di dalamnya terdapat dinamika sosial. Karya A.B. Lapian membahas mengenai hal itu dengan fokus di wilayah laut Sulawesi Abad XIX. Dalam buku ini dijelaskan bahwa terdapat tiga tipe kekuatan bahari, yaitu Orang Laut, Bajak Laut, dan Raja Laut.

Orang Laut merupakan tipe terkecil dari ketiga tipe kekuatan bahari. Orang Laut terbatas pada tempat tinggalnya dan secara sosio-politis struktur dan organisasinya masih sederhana. Kesederhanaan itu dikarenakan Orang Laut merupakan kekuatan terkecil, seringkali bergesekan dengan kekuatan Bajak Laut atau Raja Laut. 


Orang Laut memiliki dua pilihan untuk menghadapi gesekan tersebut, yaitu memilih untuk bekerja sama, artinya mereka masuk ke lingkaran Bajak Laut atau Raja Laut. Bentuk kerjasamanya dapat berupa barter barang-barang kebutuhan atau terlibat dalam ekspedisi laut yang dilakukan oleh Bajak Laut atau Raja Laut. Pilihan yang kedua adalah pindah ke tempat lain. Konsekuensinya tempat tujuan akan kian berkurang, akibatnya Orang Laut hanya mendiami tempat seadanya, seperti pulau batu karang.

Bajak Laut :D
Bajak Laut merupakan kekuatan bahari yang berada diantara Orang Laut dan Raja Laut. Bajak Laut dapat dibagi menjadi dua, yaitu Bajak Laut murni penjahat dan Bajak Laut yang merupakan gerakan perlawanan terhadap tiran. Pelabelan Bajak Laut sendiri sangat subjektif. Penguasa asing seringkali (Raja Laut Asing) memberikan label tersebut. 


Terlepas dari pelabelan tersebut, ada hubungan yang terjalin di antara Bajak Laut dengan Raja Laut, seperti peran Bajak Laut yang menangkap Orang Laut untuk dijadikan budak, kemudian diserahkan kepada Raja Laut untuk menjamin ketersediaan tenaga kerja. Bajak Laut dapat menjadi Raja Laut ketika Raja Laut dalam kondisi lemah.

Raja Laut merupakan kekuatan yang legal di lautan. Raja Laut pada mulanya adalah pribumi tetapi pada masa kolonialisme digantikan oleh Raja Laut asing. Hal ini terjadi karena Raja Laut asing memiliki teknologi yang lebih maju daripada Raja Laut pribumi. Raja Laut asing pula yang menamakan setiap perlawanan laut kepadanya dilakukan oleh Bajak Laut. Di sisi lain, Raja Laut membutuhkan Bajak Laut untuk menjamin ketersediaan tenaga kerja.

ANALISIS

Raja Laut
Benang merah kedua karya ini adalah kemaritiman. Pada karya pertama, dijelaskan mengenai Kerajaan Gowa yang memiliki kekuatan perdagangan maritim di pelabuhan Makassar. Pembangunan Makassar menjadi pelabuhan besar dilakukan dengan menaklukkan pelabuhan-pelabuhan lain di Sulawesi Selatan. Dampaknya, Makassar menjadi pelabuhan besar tunggal di Sulawesi Selatan. Namun, kondisi menjadi buruk ketika VOC mengambil alih Makassar. Bagitu pula pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, kebijakan-kebijakan yang ketat dan kontra perdagangan bebas menuai protes dari berbagai perusahaan dagang. Akibatnya, Makassar menjadi lemah dan tertinggal jauh dari saingannya Singapura.

Karya kedua menjelaskan mengenai stratifikasi dan dinamikanya di laut Sulawesi abad XIX. Terdapat tiga kekuatan bahari yang ada di laut Sulawesi, yaitu Orang Laut, Bajak Laut, dan Raja Laut. Ketiganya saling berkaitan seperti dalam hal penyediaan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh Raja Laut, Bajak Laut merupakan penyedia tenaga kerja yang diambilnya dari Orang Laut. Namun, dalam hal-hal lain ketiga kekuatan ini saling bertentangan.

Istana Kerajaan Gowa
Karya pertama dan kedua menjelaskan secara implisit mengenai pembangunan jaringan. Karya pertama menjelaskan bahwa jaringan dibangun dengan penaklukan wilayah lain di Sulawesi Selatan. Gowa tidak hanya melakukan penaklukkan tetapi juga menjalin kerjasama dengan kerajaan-kerajaan lain di Sulawesi Selatan. Pada karya kedua, dijelaskan bahwa wilayah Orang Laut begitu luas dan biasanya di tempat Orang Laut tinggal ada jejak Bajak Laut. Saya berasumsi, penyebaran Orang Laut merupakan sebuah jaringan yang apabila ditelusuri akan berkaitan dengan Bajak Laut dan Raja Laut, dalam hal ini, Saya menduga berhubungan dengan suplai tenaga kerja dan barter kebutuhan sehari-hari.

Dalam kedua karya di atas, dapat pula dilihat hubungan antara pemerintah dan pengusaha. Pada karya pertama, dijelaskan bahwa Kerajaan Gowa memperkenankan para pedagang asing untuk membangun kantor perwakilan dagangnya di Maskassar. Berdasarkan keterangan tadi, dapat dipahami bahwa hubungan Kerajaan Gowa dengan para pengusaha berlangsung baik. 


Orang Laut
Namun, ketika VOC berkuasa atas Makassar dan dilanjutkan olah Hindia-Belanda, kantor perwakilan dagang asing dibubarkan dan ditetapkan berbagai aturan yang merugikan pengusaha sehingga membuat hubungan antara pemerintah Hindia-Belanda dengan pengusaha sangat buruk. Pada karya kedua, dapat dilihat gesekan antara pengusaha dengan penguasa. Raja Laut seringkali menindas Orang Laut, sehingga Orang Laut seringkali pindah mencari tempat tinggal baru. Tetapi ada juga Orang Laut yang bertahan dan melakukan tukar-menukar barang kebutuhan sehari-hari dengan Raja Laut ataupun Bajak Laut.


Sumber Gambar:
Makassar
http://www.butikwisata.com/

Makassar 1750
http://aroelaidah.wordpress.com/

Sultan Hasanudin
http://rizkypgaus.blogspot.com/

Ilustrasi: Pelabuhan
http://www.marcorama.nl/

"Kehidupan Laut"
http://edophilia.multiply.com/

Bajak Laut
http://wedeh.wordpress.com/

Raja Laut
http://januarman.wordpress.com/

Istana Kerajaan Gowa
http://foto.detik.com/

Orang Laut
http://syaifulhalim.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment